Berakhir sudah pengaruh politik Kesultanan Bima yang terakhir di Makassar digantikan oleh pengaruh politik kerajaan Bone yang baru pada abad 17. Tidak akan ada lagi sultan di Bima yang mampu melawan intrik politik VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), tersisa hanya para sultan yang terikat oleh kontrak diplomasi. Hegemoni Bima di pulau Sumbawa abad 17 begitu kuat, kekuasaan politik yang mendominasi. Setelah sultan Abdul Khair Sirajuddin wafat, maka seketika itu pula sultan-sultan di pulau Sumbawa berubah haluan dan melupakan sumpah setia mereka pada Abdul Khair Sirajuddin dan turunannya.
Sumpah setia menjadi penghianatan atas konspirasi pembunuhan Ratu Dompu Daeng Mami Anak dari sultan Abdul Khair Sirajuddin, menoreh tinta sejarah yang memilukan serta pendustaan. Pada waktu itu sultan Jamaluddin, cucu dari Abdul Khair Sirajuddin, dituduh sebagai pelaku pembunuhan ratu Dompu pada bulan April 1693 (lihat BSK). Sultan Jamaluddin kemudian dilaporkan oleh raja Dompu sebagai pembunuh. Insiden tragis ini menambah suasana politik di pulau Sumbawa semakin memanas. Wakil VOC di Makassar memimpin sidang di benteng Rotterdam.
![]() |
Litograf Halaman Benteng Rotterdam, tempat sultan Jamalauddin di sidang (sumber : wikipedia) |
Rencana pembunuhan ratu Dompu, dimulai terjadi penyerangan di Bima atas perintah raja Tambora, yang meskipun telah dipenjara di Tanjung (sekarang Afrika Selatan) begitu lama karena rencana pembunuhannya terhadap ratu Dompu di Bima dan karena tindakan beraninya dengan 2.000 orang melawan VOC. Sebelumnya ia telah mencoba membunuh raja Dompu sendiri, tetapi tidak berhasil, ia membalas dendam kepada istrinya dan niatnya kemudian adalah untuk menguasai Bima, Dompu dan tiga kerajaan lainnya di Pulau Sumbawa, namun niat raja Tambora gagal.
Kejadian pembunuhan ratu Dompu pada 29 April 1693, ratu Dompu Daeng Mami, saudara perempuan mendiang sultan Bima Nuruddin dan bibi sultan yang dituduh Jamaluddin. Dia dibunuh pada malam hari di Kambu, pelabuhan Dompu di Pantai Utara (sekarang Kilo). Sultan Bima dan Dompu saling menuduh atas hal ini (lihat laporan dalam volkenkunde van Nederlandsch-Indiƫ, Volume 27-28 : 162)
Raja Tambora Abdul Basyir dijatuhi hukuman pembuangan di Cape Town atas keterlibatannya pada pembunuhan ratu Dompu. Pada era Gubernur Jendral Makassar Lord Prins, kasus raja Tambora, mengenai pembunuhan ratu Dompu, juga sampai berita kepadanya. Laporan yang sangat buruk tentang kejadian ini telah disampaikan kepada Gubernur Jendral Makassar, kemudian dia mengumpulkan majelis para pembesar dan sekutu VOC, menuduh raja Bima yang tidak bersalah dalam sidang penuh berdasarkan laporan palsu dan menunjukkannya sebagai orang yang telah melakukan pembunuhan ini (Valentyn 1724 : 219).
Kemudian para pembesar sekutu VOC melanjutkan masalah ini dan menjatuhkan hukuman kepada raja Bima untuk dikriminalisasi. Akan tetapi, Gubernur Jendral Makassar berpendapat bahwa tidak boleh tergesa-gesa dalam hal ini, karena ia masih ragu apakah raja ini bersalah seperti yang dilaporkan, maka ia berhasil membalikkan keadaan sehingga ditunda beberapa waktu dan ia dibuang ke Batavia setelah pertimbangan lebih lanjut (Valentyn 1724 : 219).
Kemudian Gubenur Jendral Makassar, dalam penyelidikan yang lebih dalam, dia menerima laporan yang jauh lebih lengkap, yang menyatakan bahwa raja ini tidak bersalah dan bahwa ia telah dibohongi dan dituduh dengan sangat jahat tentang seluruh masalah tersebut, sehingga Gubernur Jendral Makassar ingin agar hukuman yang telah dijatuhkan kepada raja Bima diubah. Namun, Arung Palakka sama sekali tidak mengizinkan hal ini, dengan mengatakan bahwa gubernur sendiri telah menuduhnya bersalah dan bahwa mereka kemudian menjatuhkan hukuman, yang sesuai dengan tuduhan itu, kepada sultan Jamaluddin. Kemudian sebuah surat dilayangkan ke Batavia untuk meminta agar Jamaluddin dibebaskan dari hukuman ini, terutama karena mereka telah menerima berita tentang ketidak bersalahannya, tetapi terlambat (Valentjn 1724 : 220).
Raja Bone Arung Palakka sangat tidak senang dengan penghentian pelaksanaan hukuman, sementara sultan Bima ini masih dipenjara, Kemudian Raja Bone menciptakan kerusuhan dia bergerak ke pedalaman, merekrut banyak orang dan membuat keributan besar di Makassar, Arung Palakka sepenuhnya bertanggung jawab, menyebabkan pembuangan raja Bima ke Batavia tetap dilakukan meskipun pada saat yang sama ada upaya untuk membawanya kembali ke Bima pada waktunya, namun pada saat yang sama Lord Prins Gubernur Jendral Makassar meninggal dan digantikan oleh Van Thye yang sudah berjanji akan mengembalikan sultan Bima ke tahtanya, tetapi sultan muda itu meninggal di penjara karena sakit hati, tulis Eysinga dalam bukunya Indie: ter bevordering der kennis van Nederlands oostersche bezittingen. II. Boek De kleine Sunda-Eilanden, of: de hoofdgroep van Sumbawa.
Daeng Mami adalah anak kelima dari Sultan Abdul Khair Sirajuddin dari istrinya Karaeng Bonto Jene. Daeng Mami pada usianya 13 tahun sudah dinikahkan dengan bangsawan Makassar Daeng Matiro, berpisah dari Daeng Matiro, kembali ke Bima lalu menikah dengan raja Dompu Abdul Hamid Ahmad, Daeng Mami meninggal pada usia 62 tahun.
Oleh : Fahrurizki
Penulis Sejarah & Budaya
0 comments Blogger 0 Facebook
Posting Komentar