ADS

Letusan tambora bagi penduduk pulau Sumbawa, adalah sebuah isyarat teguran dari langit. Kondisi kejiwaan mereka sangat terganggu, kelaparan dan ketakutan yang dialami membuat mereka tidak lagi berpikir jernih, trauma berkepanjangan terus di alami oleh penduduk pulau Sumbawa. Catatan jurnal seorang Eropa yang singgah di Bima terbit tahun1831 masehi menceriterakan hal yang senada dengan yang dituliskan dalam Syair Kerajaan Bima oleh Khatib Lukman. Ia menceritakan :

"Letusan Gunung Tambora berakibat dahsyat, tanah tertutup abu setebal dua kaki selama lima hari, banyak rumah yang rusak, dan semua tanaman binasa. Tanah tidak dapat digarap selama lima tahun. Terjadi kelaparan besar, beras didatangkan dari Jawa. Orang demikian sengsara, semua ikatan keluarga terputus, ada suami menjual istrinya, ada ibu menjual anaknya untuk ditukar dengan segenggam makanan, orang melarat mati di jalan, banyak orang yang mengungsi keluar pulau dan negeri sekitarnya. Tanah mulai digarap lagi dengan lamban dan sukar.”

Seorang Arab di Jawa tahun 1873 dibuat oleh Hardouin

Juga hal sama di ceritakan oleh seorang pelancong Belanda, dimana kondisi siang bagaikan malam yang gelap gulita, di tengah hari, dibuat lebih menakutkan oleh gemuruh guntur sesekali, yang akan menenggelamkan tembakan artileri terberat atau derak guntur yang keras. Suara gemuruh yang dalam ini begitu mirip dengan deru meriam sehingga banyak perwira angkatan laut berasumsi bahwa itu bajak laut, yang sering berkeliaran di wilayah perairan Flores, seakan-akan telah mendarat di pantai, sehingga para pasukan bersiap berlayar dengan kapal mereka untuk membebaskan kapal-kapal yang diserang.

Di sisi lain, beberapa Imam fanatik mewartakan kepada penduduk yang percaya takhayul tentang kembalinya Nabi dan pembebasan mereka dari kekuasaan orang-orang kafir, tentang bencana mengerikan ini, dengan demikian mereka mengambil keuntungan yang sama memalukan dan kejinya, Tulis Van Der Aa Noorduyn dalam jurnalnya yang dimuat dalam Aardrijkskundig woordenboek der Nederlanden tahun 1847.

Fenomena munculnya para Syekh (ulama) dari Arab paska letusan Tambora yang mengambil keuntungan dan menipu para penduduk Pulau Sumbawa dengan menjual kisah-kisah takhayul juga di ceritakan oleh H Zollinger dalam bukunya Verslag van eene reis naar Bima en Soembawa en naar eenige plaatsen op Celebes, Saleijer en Floris, gedurende de maanden Mei tot December 1847.

Zollinger menulis setelah letusan Tambora yang mengguncang kesadaran dan keimanan orang-orang pulau Sumbawa, ketika musibah besar itu menimpa mereka, pikiran penduduk kesultanan Dompu, Bima dan Sumbawa. Trauma mereka masih menghantui pikiran mereka sehingga sangat rentan terhadap pengaruh agama. Kemudian seorang Haji Ali muncul di Sumbawa dan berkhutbah dengan lantang menentang amoralitas penduduk dan ketidakpedulian mereka terhadap iman, yang ia gambarkan sebagai penyebab bencana yang menimpa negeri itu. Khutbah Haji Ali  mendapatkan dukungan di seluruh negeri pulau Sumbawa, ia berkeliling menggaungkan musibah tersebut bersama banyak muridnya, untuk membawa kembali kepada semangat iman yang sejati.

Atas desakannya, penggunaan opium dan minuman keras, penggunaan perhiasan emas dan perak, serta hubungan seksual dengan orang asing, dilarang keras, nyanyian dan tarian dihapuskan dan dibenci, dan kekuasaan ulama ditingkatkan, serta praktik upacara diluar keagaman dipantau kembali dengan ketat. Perhiasan emas dan perak yang ada disita, seperti yang dikatakan Ali, perhiasan yang dikumpulkan dikirim ke Mekah. Mereka yang berakal sehat percaya bahwa sebagian besar harta yang dkumpulkan tetap berada di tangannya dan para pembantunya.

Jumlah Imam atau ulama di negara ini cukup besar namun, mereka tidak terlalu dihormati, setidaknya tidak oleh para penguasa. Mereka mempersiapkan diri untuk ziarah ke Mekah, baik yang sungguhan maupun pura-pura, karena seringkali mereka hanya pergi ke Singapura dan menuntut ilmu di sana. Mereka tidak memiliki sumber penghasilan khusus. Mereka hidup dari pemberian dan sedekah, serta dari pemberian yang mereka terima untuk praktik keagamaan tertentu atau mantra takhayul dan tipu daya yang rutin.

Terkadang, muncul beberapa orang fanatik di antara mereka, yang memperoleh dukungan dan pengaruh yang cukup besar, dan bahkan bisa menjadi berbahaya jika semangat mereka berbalik melawan penguasa negeri. Orang Arab sangat dihormati di negara ini, meskipun hanya sedikit yang menetap secara permanen. Para haji Arab, atau penipu, yang berpura-pura menjadi haji, sering kali meninggalkan negara ini dengan membawa sejumlah besar uang yang mereka peroleh melalui mengemis (lihat Zollinger : 1850 :126).

Letusan Tambora banyak memberikan dampak yang baik dan buruk pada penduduk pulau Sumbawa terutama pada penganut agama Islam, para Syekh dari Arab berdatangan, menyebarkan ajaran agama dengan versi mereka. Di Donggo seorang syekh bernama Abdullah dari Arab pergi ke desa-desa di sana, dan menggiring orang-orang ke hadapannya dengan cambuk, sambil berteriak: Berdoalah, anjing-anjing! Kalian harus berdoa! dan betapa senangnya penduduk ini akan berdoa, jika mereka diajari untuk mengenal Dewa yang agung, Dewa cinta dan penghiburan, dan yang para pengikut ajarannya tidak mencuri kuda mereka (lihat Tijdschrift voor staathuishoudkunde en statistiek, 1850).

 

Oleh Fahrurizki

Penulis Sejarah dan Budaya Bima



0 comments Blogger 0 Facebook

Posting Komentar

 
Mbojoklopedia © 2013. All Rights Reserved. Powered by Jelajah Bima
Top