ADS

Nggusu Waru atau kadang ditambah awalan Ma (yang), dewasa ini di tafsir atau di kaji sebagai sifat pemimpin dalam Hermeneutika kebudayaan Bima. Memang tidak jelas asal usul siapa pengarang dan siapa yang mengkaji Nggusu Waru sebagai ciri kepemimpin Bima selama ini. Berbagai kajian serius diadakan untuk membahas Nggusu Waru, namun seperti biasa pencetus dan penggagas masih tidak jelas, sebab bicara filsafah juga berbicara siapa penggagasnya.

Ornament Oktagonal atau persegi delapan (Sumber : Pint)

Ma Nggusu Waru adalah sebuah bentuk Octagonal (persegi delapan) yang selama ini banyak ditemui pada ornament dan bangunan di Bima. Bangunan berbentuk Nggusu Waru pertama kali ada sejak era Sultan Abdul Kadim Muhammadsyah (1751-1773). Untuk diketahui bahwa Sultan Abdul Kadim adalah sultan terkaya sejak itu, Bima masuk pada periode kesejahteraan kala beliau berkuasa. Kekayaan yang dihasilkan terdapat dari perdagangan hasul bumi dan perdagangan budak (Nuryahman 2014 : 64).

Awal bangunan Nggusu Waru adalah Lare-lare sebuah gerbang besar yang terdapat di bagian depan Istana Asi Mbojo, kemudian tahun 1770 beliau membangun Masjid Raya Kesultanan dengan bentuk Nggusu Waru (Oktagonal). Dalam dunia sufi atau tasawuf Nggusu Waru disebut Rub al-Hizb yang berarti sebuah lambang atau simbol yang menunjukkan kesejahteraan.

Selain melambangkan kesejahteraan, seperti yang tertulis dan dijelaskan dalam Wikipedia, Rub al-Hizb, yang pada mulanya lambang ini dipakai dalam Al-Qur`an yang dibagi dalam 60 Hizb, yang menunjukkan setiap suku Hizb, sedangkan Hizb sendiri melambangkan setengah juz yang bertujuan untuk pembagian dan memudahkan pembacaan Al-Qur`an. Rub al-Hizb sendiri terinspirasi dari denah kubah sakrah (kubah batu) atau lebih dikenal dengan nama Doom of Rock di Yerusalem, denah bintang delapan penjuru yang dibangun oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan pada tahun 685 Masehi.

Kemudian dalam kebudayaan Bima Rub al-Hizb dikenal dengan nama Nggusu Waru yang diterapkan pada Masjid Sultan dan lain-lain. Nama Nggusu Waru sendiri diambil dari nama motif kain Bima yang mempunyai ornament persegi delapan. Motif tersebut sering dikenakan oleh kaum bangsawan dan para cendekiawan pada masa lampau. Motif Nggusu Waru desain delapan titik, garis perbatasan dan pinggirannya terbuat dari benang lungsin yang tidak dilapisi, tekstil tersebut ditemukan pada awal abad 20 (Hitchcock 1989 : 22).

Pada awal abad 20 seorang peneliti tekstil Nusantara Johan Ernest Jasper, penulis dan Gubernur Hindia Belanda menuju pulau Sumbawa bersama asistennya Mas Pringadie untuk meneliti tentang kain Bima dan Sumbawa. dalam penelitian Jasper disebutkan di Bima terdapat kain atau selendang yang terbuat dari pita perak dengan pola yang sangat sederhana dengan nama Semado (Bunga), Cengke, Goso (Mata) dan Nggusu Waru (octagonal). Hasil penelitian tersebut diterbitkan dalam bentuk buku dengan judul De Weefkunst tahun 1912 yang membahas semua kain dan tenun di Hindia Belanda.

Nggusu Waru hanya ditemukan pada buku-buku membahas tentang tekstil pada catatan lokal (Bima) sendiri tidak ada satupun yang mengatakan bahwa Nggusu Waru adalah cirri kepemimpinan, banyak yang salah kaprah soal ini sedangkan Nggusu Waru adalah sebuah nama motif dari kain Bima. Pembahasan Nggusu Waru sendiri muncul di era tahun 1990-an yang mengaitkan delapan ciri-ciri pemimpin dana Mbojo yaitu Dou Ma Dei ro Paja Ilmu (terpelajar dan berilmu), Dou Ma Dahu di Ndai Ruma (bertakwa kepada Allah) dan lain sebagainya. Yang anehnya filsafah tersebut tidak ditemukan satupun dalam Bimatexten karya Jonker yang diterbitkan tahun 1896, karena dalam buku tersebut mencatat semua petuah dan filsafah Bima pada masa silam.

Sedangkan dalam document yang di publish oleh Ibu Dewi Ratna Mukhlisa (Samaparaja) dalam akun social media-nya (Facebook) document yang tertanggal 21 November 1941, dimana Sultan Muhammad Salahuddin (1915-1951) mengeluarkan persyaratan untuk orang yang akan menjadi Jeneli atau Glarang yang bertugas untuk memimpin masyarakat yaitu Siddik Ja`ni (bernar perkataan, perbuatan dan perjanjian), Fathanah (cerdas dalam memajukan urusan dan kewajiban) dan lain sebagainya. Ciri pemimpin dalam document ibu Dewi sangat mencirikan pemimpin sebenarnya di tanah Bima dan Nggusu Waru sangat jauh beda dengan document tersebut. 


Oleh : Fahrurizki



0 comments Blogger 0 Facebook

Posting Komentar

 
Mbojoklopedia © 2013. All Rights Reserved. Powered by Jelajah Bima
Top