Memasak sejatinya buka sekadar aktivitas lokal, melainkan sebuah praktik seni yang telah tumbuh dan diwariskan sejak masa lampau. Hadirnya Oi Mangge dan ragam kuliner sejenis, menandai masuknya khazanah makanan khas Bima sebagai hasil kreativitas budaya yang khas. Setiap hidangan lahir dari kreativitas daya nalar masyarakat pegunungan yang mengaplikasikan dalam sebuah makanan yang berpadu dalam satu sajian. Lebih jauh, makanan merepresentasikan pertemuan antara proses akulturasi kebudayaan dan pengetahuan ilmiah yang nampak jelas dalam peracikan bumbu. Di sanalah kuliner menjadi warisan rasa, tradisi, dan cita rasa yang berkembang menjadi makanan khas.
![]() |
| Oi Mangge (sumber foto haryati) |
Kuliner menjadi medium yang sangat kaya untuk menelusuri dan memahami identitas budaya suatu masyarakat. Kisah di balik hidangan tradisional dapat diungkap, melalui cerita keluarga yang mewariskan resep dari generasi ke generasi, atau perjalanan sebuah makanan yang masih bertahan. Hal ini, membuka ruang untuk menggali emosi, kenagan, serta makna yang melekat pada setiap sajian. Makanan tidak hanya hadir sebagai pelengkap cerita maupun penggajal perut, tetapi memiliki makna.
Oi Mangge tak asing lagi bagi masyarakat Bima. Makanan ini telah lama menjadi simbol kesederhanaan masyarakat Bima, tercermin dari bahan-bahannya yang mudah diperoleh serta cara pembuatanya yang praktis. Dalam pandangan saya, Oi Mangge berakar dari makanan masyarakat pegunungan, khususnya para petani yang menyantapnya di ladang sebagai makanan favorit. Bahan-bahannya langsung dari alam sekitar, seperti daun kemangi, bawang merah, cabe serta bahan utama berupa asam Jawa (Mangge), sedikit tambahkan garam dan micin sebagai pelengkap rasa. Disajikan dengan ikan asin untuk tabahan, kesederhanaan inilah yang justru menjadikan Oi Mangge tidak sekedar makanan, cara hidup dengan alam dan nilai-nilai sederhana dari masyarakat Bima.
Bima memiliki berbagai macam makanan khas. Menariknya, sambal khas Bima terkenal dengan sambal yang serba asam, seperti Tota Fo’o, Doco Mangge Moro, serta Oi Mangge. Oi Mangge menjadi salah satu sambal khas Bima. Dalam bahasa Indonesia, “Oi” berarti , Air sedangkan “Mangge” memiliki arti Asam Jawa, sehingga dapat disimpulkan Oi Mangge merupakan Air Asam Jawa. Oi Mangge bukan sekedar makanan khas daerah. Hidangan ini menyimpan makna emosional yang kuat, sering mengigatkan orang pada kampung halaman, keluarga serta kebersamaan di Bima. Bagi masyarakat Bima yang merantau, Oi Mangge menjadi simbol untuk tetap terhubung dengan identitas budaya. Membuat atau mencari Oi Mangge di tanah perantauan menjadi sarana untuk berkumpul dan mempererat hubungan antar sesama perantau, ‘sekedar mengajak makan bersama dalam bundaran semangkuk Oi mangge’ sehingga rasa kebersamaan dan solidaritas tetap terjaga.
Oi Mangge walaupun menggunakan bahan dan cara penyajian yang sederhana, kuliner Bima tetap dikenal dengan cita rasa yang kuat. Rasa asin, asam, gurih dan pedas dari rempah-rempah lokal menjadi ciri utama. Masakan Bima lebih menekankan keaslian rasa pada bahannya, tanpa perlu ditutupi oleh saus atau bumbu olahan pabrik.
Oleh :
Haryati
Penulis Sejarah dan Budaya

0 comments Blogger 0 Facebook
Posting Komentar