ADS

Secara garis besar bahwa kesenian Bima banyak berkaitan dengan seni pertunjukkan adu fisik dan peralatan perang, hal ini mempunyai latar sejarah orang Bima sebagai prajurit, dimana dahulu di latar belakangi pasukan perang kesultanan Bima setelah pulang dari perang Makassar. Seni tari yang memadukan dengan gerakan perang banyak tercipta pada masa sultan Abdul Khair Sirajuddin dan para Ince melayu. Kesenian Bima yang non pertunjukkan fisik hanya tarian Lenggo, tarian klasik kesultanan Bima yang biasa di tampilkan untuk acara Hanta Ua Pua atau sirih puan. Lenggo diciptakan oleh para Ince (kaum melayu) yang datang bersama ulama paska perang Makassar tahun 1669.

Kesenian pertunjukkan fisik yang tercipta di era Sultan Abdul Khair Sirajuddin, seperti Kanja merupakan tarian simbolik kemenangan perang pasukan Bima. Tarian kanja dilakukan oleh dua orang laki-laki sambil memegang keris yang terhunus satu sama lain saling membalas syair yang dilakukan saat merayakan kemenangan dalam perang. Tarian Kanja menjadi tradisi para prajurit kesultanan, hingga melahirkan dua gerakan dan cara bersyair yang berbeda-beda yaitu Kanja Suba dan Kanja Ruma Renda.

Grup Musik Kesultanan Bima tahun 1925 (sumber Tillema Kromo Blanda)

Kanja Suba dimainkan oleh dua orang Suba (prajurit) memakai baju Suba Kala, bertarung dengan menggunakan tombak, pedang, keris hingga tangan kosong. koreografi tersebut dijadikan sebagai simbol pantang menyerahnya para Suba saat berada di medan perang, walaupun dengan tangan kosong menghadapi musuh. Kemudian Kanja Ruma Renda yang dibawakan oleh seorang Ruma Renda sendiri. Dalam jabatan kesultanan Ruma Renda adalah Jenderal perang. Dalam syair kanjanya Ruma Renda menyatakan rela mati untuk kesultanan (bangsa) dan sultan.

Selain Kanja yang memadukan dengan kisah-kisah heroik para Suba adalah Buja kadanda, Sere, Soka Monca, Mpa’a Sila, Mpa’a Sampari, Gantao dan lainya. Seni pertunjukkan fisik ini adalah metode para prajurit untuk mengobati gangguan jiwa atau stres paska perang, yang dalam era kini lebih dikenal dengan istilah gangguan stres paska trauma (PTSD).

Jauh sebelum pertunjukkan seni di era kesultanan, ada Parise Buncu yang merupakan pertunjukkan fisik ini mempunyai kisah tua dibalik terciptanya pertunjukkan tersebut. Permainan Parise menurut cerita yang dipercayai oleh masyarakat pelestarinya, bahwa permainan ini berasal dari peristiwa yang terjadi di desa Buncu (Sape) di Kabupaten Bima. Berawal diserang oleh raksasa dari gunung, kemudian raksasa tersebut memakai senjata Cambo. Kepala suku desa yang mereka sebut Ncuhi berusaha melindungi rakyatnya dengan membalas serangan raksasa tersebut dengan memakai senjata Teta yang talinya menggunakan serat pohon waru dan Tende dari kulit kerbau. Akhirnya raksasa dapat dikalahkan dan rakyat terhindar dari malapetaka.

Ada juga versi lain dari cerita sejarah lahirnya permainan Parise ini, bahwa pada suatu hari di pantai Dewa Sepi di Bima, mendarat sebuah perahu rakit dari bambu petung. Ketika anak buah perahu rakit tersebut mendarat, mereka mendemonstrasikan penggunaan Cambo (Cambuk) dan Buja kadanda (tombak) lalu dilihat oleh orang yang sedang berada ditempat tersebut. Permainan Parise biasa dilakukan pada saat upacara minta hujan, dan pada upacara Paja Kai yaitu upacara panen sawah sultan. Sekarang Parise sudah jarang sekali dipertunjukkan pada ruang kesenian masyarakat Bima.

Dalam kesenian Bima ada kategori atau pembagian alat musik yang dimainkan untuk menuntun gerakan-gerakan tarian. Pembagian tersebut terdiri dari beberapa golongan alat musik, Silu termasuk golongan ufi yaitu alat musik tiup. Sedang golongan alat musik yang lain adalah Bo’e yaitu alat musik pukul dengan tangan, misalnya rebana. Ko’bi adalah alat musik petik, misalnya gambo (gambus). Golongan lainnya adalah Toke yaitu alat musik yang dipukul dengan alat pemukul, misalnya genda (gendang). Golongan yang terakhir adalah Ndiri yaitu alat musik gesek misalnya biola mbojo (biola Bima).

Pada abad 18 masehi kemajuan kesenian Bima sangat pesat, salah satunya pada era sultan Abdul Hamid (1773-1817) dan Raja Bicara Abdul Nabi yang juga adalah seorang peniup Sarone handal. Untuk pengembangan kesenian oleh kesultanan melakukan pemetaan potensi orang Bima dalam bidang seni dan kerajinan, seperti gendang sakral Waro Jali diberikan pada orang Wera. Kemudian Silu diberikan pada wilayah Woha. Para penari Istana dahulu berasal dari Karumbu dan Wawo. Masa kesultanan mengorganisir kesenian dengan profesional, hingga dalam pemerintahan diangkat seorang pejabat di bidang seni masing-masing contohnya Bumi Silu yang mengatur dan bertanggung jawab pada kesenian Ufi (tiup).

Kesenian yang dibahas diatas adalah kesenian yang berkembang di masa kerajaan dan kesultanan yang mendominasi wilayah daratan Dana Mbojo. Jauh sebelum itu kesenian paling tua di tanah Bima adalah berdendang dengan menggunakan Ntoko yaitu irama suara. Seperti Kalero, Kasaro, Kande, Arugele, Andeko dan Belaleha. Kesenian ini hanya terdapat di wilayah pegunungan seperti Desa Tarlawi, Padende, Wera Tawali dan Sambori. Para seniman pedendang ini disebut Ina Ndua, mereka mempunyai Ntoko masing-masing yang ciri khas irama suaranya dengan desa asal gurunya yang mengajari. Dari dendang kita bisa mendengar irama asal ntoko tersebut.

Dendang-dendang ini mengandung mistis dan sakral pada setiap bait syair yang didendangkan. Seperti Arugele, biasa didendangkan pada orang sakit yang terkena cacar air dan lainnya. Kemudian Andeko yang didendangkan untuk memuja leluhur, lalu Belaleha didendangkan saat mereka berduka atas meninggalnya kerabat. Dan yang paling sakral Kasaro yang artinya Doa. Sebelum datangnya islam Kasaro didendangkan saat mengambil air pada parafu (mata air), setelah Islam datang Kasaro didendangkan saat ada hajatan seperti khitanan atau pernikahan, dimana syairnya mengandung nilai kearifan islam yang sudah di modifikasi oleh Lebe dari kitab-kitab.


Oleh Fahrurizki

Penulis Sejarah & Budaya Bima       


                                                                                                                                       

0 comments Blogger 0 Facebook

Posting Komentar

 
Mbojoklopedia © 2013. All Rights Reserved. Powered by Jelajah Bima
Top