ADS

Gejolak Kesultanan Bima akan bea (pajak) di akhir abad 19 masehi oleh pemerintah Hindia Belanda terus menghantui kondisi ekonomi rakyat, kewajiban membayar pajak pada kolonial juga disahkan oleh Sultan pada kontrak yang ditetapkan bersama, keberpihakan Kesultanan Bima pada Hindia Belanda memicu suatu perlawanan kelompok pada tubuh kesultanan itu sendiri yang pro rakyat. Berawal dari pembubaran angkatan laut kesultanan Bima yang dilakukan oleh Raja Bicara Muhammad Yakub Kapenta Wadu, pembubaran tersebut adalah sebuah siasat agar angkatan laut Bima tidak dimanfaatkan oleh Hindia Belanda agar tidak memerangi para pelaut Makassar, Ternate dan Tidore yang melakukan perlawanan pada kolonial, oleh pemerintahan Hindia Belanda mereka disebut Bajak Laut.

Perang Aceh. Sumber Beeldbank NIMH
Perang Aceh. Sumber Beeldbank NIMH


Setelah Muhammad Yakub Kapenta Wadu meninggal dunia pada tahun 1864, kemudian jabatan Raja Bicara kesultanan diganti oleh anaknya Ahmad Daeng Manasa dikukuhkan pada tahun yang sama. Sesudah menjabat sebagai Raja Bicara, Ahmad Daeng Manasa melanjutkan perjuangan terdahulunya melawan kebijakan dan tindakan Hindia Belanda yang merugikan rakyat Bima, pada tahun 1874 oleh pemerintah Hindia Belanda menghapus pajak hasil hutan hanya untuk menarik simpati Raja Bicara Ahmad Daeng Manasa yang terkenal anti pada pihak Belanda. Namun tindakan tersebut tidak melunakkan hati Raja Bicara yang tetap bersikap menentang mereka (Hindia Belanda). 

Sultan Abdul Aziz (1868-1881) bersama Raja Bicara Ahmad Daeng Manasa mempunyai pendirian yang sama, yaitu menentang kebijakan pemerintah Hindia Belanda mengenai bea yang semakin naik dan menyulitkan perekonomian rakyat Bima. Pada saat itu Hindia Belanda mempunyai masalah keuangan akibat biaya perang Aceh yang sangat besar, sehingga kerajaan lain kena imbas dan dituntut untuk menaikkan bea supaya menutupi pengeluaran perang Aceh yang besar. Tahun 1881 Sultan Abdul Aziz tetiba mengalami demam tinggi selama tiga hari, badanya panas, dan secara tiba-tiba beliau meninggal di usianya yang sangat muda, maka dilantiklah adiknya Ibrahim pada tahun 1881. 


Setelah pegukuhan Sultan Ibrahim tahun 1881 menggantikan kakaknya Sultan Abdul Aziz, tahun 1886 Sultan Ibrahim membuat kontrak yang menambah polemik politik di Bima, dalam kontrak panjang (Lange Contract) tersebut menegaskan bahwa kesultanan Bima berdaulat penuh pada Hindia Belanda. Setelah Sultan menyetujui kontrak tersebut maka dalam tubuh pemerintahan Kesultanan Bima terbagi menjadi dua kelompok yang pro sultan dan anti pada kontrak, kelompok yang anti pada kontrak mengambil tindakan yaitu melakukan perlawanan terhadap Sultan dan Hindia Belanda. Kelompok yang menentang didukung penuh oleh rakyat Bima, Ulama serta para Rato lainnya, kelompok ini dipimpin oleh Raja Bicara Ahmad Daeng Manasa sendiri oleh rakyat dikenal dengan nama kelompok ‘Makalosa Weki’ untuk menyatakan perang terhadap Hindia Belanda.


Dengan meletakkan jabatan sebagai Raja Bicara dan memilih berjuang bersama rakyatnya Ahmad Daeng Manasa menuju pedalaman untuk bergerilya membentuk kekuatan dan strategi bersama para tokoh Bima lainnya yang juga turut ikut melakukan perlawanan seperti Ruma Amin saudara dari Sultan Abdullah dan Jeneli Monta. Jabatan Raja Bicara diganti oleh Abdul Aziz bin Yunus namun ditentang oleh Majelis kesultanan ‘Syara Dana Mbojo’ dengan alasan bahwa Abdul Aziz bin Yunus tidak mempunyai garis keturunan dari Bilmana, bahwasannya pemangku jabatan Raja Bicara atau Tureli Ngampo haruslah dari garis keturunan Bilmana dimana sudah berlaku sejak dulu hingga turun temurun dilakukan pada kesultanan Bima. Pemilihan Raja Bicara yang menggantikan Ahmad Daeng Manasa juga tak jauh dari campur tangan pihak Hindia Belanda yang mulai mengatur kelembagaan majelis kesultanan, majelis Tureli yang dipimpin oleh Raja Bicara diganti dewan pemerintahan kerajaan, lembaga-lembaga pemerintahan berpedoman pada aturan yang dibuat Hindia Belanda.


Kelompok Makalosa Weki mulai membangun kekuatan di wilayah-wilayah pusat kejenelian yang banyak memberikan pemasukan bea seperti Ngali, Dena, Rasangaro dan Kala. Makalosa Weki dianggap menjadi provokator dan kelompok pemberontak oleh kolonial yang sangat menghalangi Hindia Belanda mengisi pundi-pundi kekayaan mereka melalui bea (pajak) yang ditarik sangat tinggi. Awal perlawanan di mulai di Raba pada bulan Mei tahun 1907, dimana Ruma Amin menghalangi rombongan dari kesultanan dan Hindia Belanda yang akan melakukan penarikan pajak serta registrasi penduduk dimana kaum laki-laki akan dijadikan buruh di daerah lain. Kemudian perlawanan berlanjut di Ngali, Ruma Amin dan Haji Abdullah Karim membentuk pasukan untuk bersiap melawan Hindia Belanda, Controleur A.A Banse mengirim laporan ke Makassar bahwa keadaan di Bima semakin tidak bisa dikendalikan dimana-mana rakyat melakukan penolakan pajak atau bea.


Ahmad Daeng Manasa, Ruma Amin dan Haji Abdullah Karim menggaungkan perlawanan kepada Hindia belanda menumbuhkan semangat perlawanan kepada Dou Kafi (Hindia Belanda) dengan istilah perang Sabil. Pada 12 Februari 1908 Gubernur Militer Swart datang dengan tiga brigader pasukan KNIL dari Makassar menggunakan kapal KPM. Both ditambah dua brigader dari kendari menyusul menggunakan kapal Dog. 19 Februari 1908 pasukan KNIL menyerang Ngali, pertempuran yang sangat sengit, menggunakan taktik perang Aceh dengan membuat benteng dari bambu menutupi semua kampung yang diajarkan oleh dua orang pejuang Aceh yang dibuang ke Bima.


Julukan pasukan dari Ahmad Daeng Manasa yaitu pasukan putih karena mereka semua mengenakan jubah putih, setelah Ngali di kuasai, giliran Dena lagi di taklukkan oleh KNIL. Disana sudah bersiap pasukan putih Dena yang dipimpin oleh Haji Abdurrahim Abu Sara, sudah siap berjihad hingga tetesan darah terakhir. Ahmad Daeng Manasa dan Haji Mansur menuju wilayah pegunungan Kala untuk mempersiapkan pasukan pendukung dari kaum pagan masyarakat non Islam (lihat Oost Indische Krijgeschiedenis). Namun apalah daya, kalah pada jumlah dan alat perang yang minim, tahun 1909 pasukan putih semua di tangkap dan sebagaian pemimpinnya di hokum mati dan Ahmad Daeng Manasa menjadi buron.   


Oleh : Fahrurizki



6 comments Blogger 6 Facebook

  1. Ahnad Daeng Manasa sang leluhurku.

    BalasHapus
  2. Moehammad amin roema amin dan jeneli monta ishak roema heko adalah saudara sepupu dari sultan abdullah...
    kakek buyut mereka adalah sultan abdul qadim

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
  3. admin ini ada kesalahan nama , Bukan Ahmad tapi Abbas daeng Manasa

    BalasHapus
  4. Ahmad Daeng Manasa (Raja Bicara Ma Kalosa Weki) itu anak dari Pone alias M. Jafar (Bumi Jara Bolo) cucunya Muh Anwar Abd. Nabi (Raja Bicara Bima).. Bukan anak dari M. Yakub Kapenta Wadu, melainkan keponakannya

    BalasHapus

 
Mbojoklopedia © 2013. All Rights Reserved. Powered by Jelajah Bima
Top