Siang itu suasana desa Mbawa agak mendung, sekali-kali hujan turun namun hanya sebentar. Di atas puncak gunung Leme tampak awan sudah menutupi Buju (puncak) seakan memperlihatkan wajah mistiknya Mbawa. Doro Leme yang mempunyai arti Doro adalah gunung dan Leme adalah ujung yang tajam sebagai puncak dari segala gunung di wilayah Donggo.
Letak desa Mbawa tepat dibawah punggung gunung Leme, posisi rumah masyarakat Mbawa bagaikan tangga saling susun menyusun. Aroma tanah pegunungan yang khas dikala hujan reda membasahi tanah yang diberkahi oleh para leluhur.
Jalan sedikit menukik ketika masuk kedalam pemukiman Mbawa, batu-batu besar menahan pondasi-pondasi Uma Mbolo yaitu sebuah rumah kecil dengan ukuran 4x4 meter, setinggi 3 meter. Ditengah-tengah pemukiman terdapat satu Uma Mbolo yang khusus dibiarkan kosong oleh para tetuah Mbawa, dimana dalam ruangannya hanya terdapat Wadu Riha yaitu batu untuk dapur tempat memasak dan satu Tune yaitu gentong tempat menyimpan air. Dalam ruangan juga terdapat satu Dipi Fanda sebuah tikar yang terbuat dari anyaman daun pandan yang dibuat cukup rapi.
Rumah kosong tersebut oleh masyarakat Mbawa dinamakan Ndoi ra Dala, yang mempunyai arti sebuah ruang miliknya para leluhur dan biasanya hanya disebut Ndoi. Tidak hanya sebagai symbol untuk mengenang leluhurnya, Ndoi juga berfungsi ketika ada orang terkena sakit lalu dia akan nginap di ruang tersebut, ketika menginap diharuskan membawa daun sirih dan pisang untuk diletakkan dekat tempat tidur, setelah dia sembuh maka keluarganya membawa bahan makanan untuk dimasak di Ndoi yang disebut ‘Ngaha Caru’. Orang yang sakit akan menginap selama dia merasa badannya mulai terasa bugar atau hanya menginap semalam untuk meminta keberkahan leluhur, dimana masyarakat Mbawa percaya bahwa ketika yang sakit nginap di Ndoi, arwah leluhur akan mendatangi dan memberkahinya.
Untuk menginap di Ndoi hanya disyaratkan dua orang saja, satunya orang yang sakit dan yang satunya Ompu seorang laki-laki dari keturunan Ndoi. Namun jika ingin merasakan energi keramatnya bisa menginap sendirian. Bagi para keturunan Ndoi mempunyai aura tersendiri yang melekat pada batin mereka. Tanpa mantra atau ritual khusus yang mengkoneksikan energi leluhur ketika berada diruang tersebut. Namun mereka hanya berniat untuk kesembuhan, percaya untuk sembuh dan tidaknya, itu tergantung pada keyakinan diri masing-masing yang berziarah di Ndoi.
Keagamaan di Mbawa ada tiga yaitu Katolik, Prostestan dan Islam. Sebelum tiga kepercayaan agama semitik datang ditanah komunitas mereka, awalnya masyarakat Mbawa menjalankan kepercayaan lokal yaitu Parafu ro Waro dimana sebuah kepercayaan para Dewa yang mengatur alam semesta dan pemberkahan roh suci leluhur.
Ndoi hingga kini masih melekat dalam kebudayaan masyarakat Mbawa namun hanya khusus komunitas mereka, dari penuturan Ama Ngonta tetuah di Mbawa mengisahkan, bahwa dahulu Ndoi ini berawal dari seorang leluhur mereka yang pergi lalu ‘Mbora’. Dalam arti kata Mbora bermakna meninggal dan jasadnya menghilang. Kemudian para kerabatnya membangun Uma Ndoi untuk mengenangnya, Ndoi dalam bahasa Bima berarti milik, yang menginterprestasikan milik para leluhur. Dalam komunitas masyarakat Mbawa mempunyai 12 Uma Ndoi untuk leluhur mereka yaitu :
Ndoi Tuta Rasa, Ndoi Kadalu, Ndoi Kira Dewa, Ndoi Lanco Ini, Ndoi Paha Woha, Ndoi Tifa Mone, Ndoi Roho, Ndoi Puta Nawa, Ndoi Sora Jara, Ndoi Paninta, Ndoi Ntifa Siwe dan Ndoi Keto Rasa Rato.
Dari kedua belas Ndoi tersebut yang tersisa hingga sekarang hanya dua Ndoi yaitu Ndoi Tuta Rasa dan Ndoi Paha Woha. Sekarang keturunan dari Ndoi Paha Woha masih merawat Uma Ndoi leluhur mereka. Ama Ume biasa penduduk mbawa memanggilnya seorang keturunan dari Ndoi Paha Woha masih merawat dan menjaga Ndoi-nya. Kayu yang lapuk diganti dengan yang baik, kemudian gentengnya setiap datang musim hujan akan diperika satu persatu jika ada yang retak. Ama Ume sekeluarga menganut kepercayaan Katolik namun mereka juga tidak meninggalkan kepercayaan leluhur terhadap sakralnya Uma Ndoi.
Bagi keluarga Ama Ume yang mewariskan Uma Ndoi Paha Woha, juga merupakan tradisi keluarga mereka turun temurun untuk mengingat leluhur dan mengenal darimana mereka berasal. Ke 12 Ndoi juga adalah klan dari keturunan, namun ada klan yang tertinggi diatas ke 12 Ndoi tersebut yaitu Parafu Nguli dan Winte dimana keturunannya diangkat menjadi Ncuhi (Kepala Suku). Hingga kini di Mbawa hanya tersisa tiga rumah untuk mengenang leluhur mereka yaitu Ndoi Tuta Rasa, Ndoi Paha Woha dan Uma Ncuhi.
Oleh : Fahrurizki
0 comments Blogger 0 Facebook
Posting Komentar