Penulisan nama Dompu dalam pentas sejarah pulau Sumbawa pertama kali ditulis dalam Negara Kertagama kerajaan Majapahit. Ekspedisi Majapahit di Dompu dilakukan pada tahun 1357 masehi, di bawah pimpinan Empu Nala. Ekpedisi tersebut menaklukkan Selaparang di Pulau Lombok dan Dompu di Pulau Sumbawa, penaklukkan tersebut di pimpin oleh komandan pasukan Majapahit yaitu Prabu Dadelanata .
Sultan Dompu Muhammad Sirajuddin dan pejabat kesultanan Dompu tahun 1925. |
Latar belakang berdirinya kerajaan Dompu dan raja pertama yang merupakan keturunan dari Raja-raja Bima, di bahas oleh para guru besar sejarah dan Filolog. Menurut professor Truhart Dompu berdiri pada tahun 1343 dengan raja pertama Batara Dompo. Raja pertama Batara Dompo merupakan anak dari Sang Bima II yang merupakan Raja dari Kerajaan Bima. Silsillah raja Dompu merupakan seasal dengan Raja Bima, baik itu silsillah dari terbitan Soenardhi tahun 1976 maupun yang di rekam oleh M. Jauffret tahun 1961 dari nara sumber Sultan Dompu terakhir.
Translit naskah teks melayu Cerita Asal Bangsa Jin dan Segala Bangsa Dewa-Dewa (CAB) oleh Henri Chambert-Loir, mengenai asal muasal para Raja Bima dan Dompu banyak terekam dalam historiografis naskah-naskah aksara jawi yang tertulis pada abad 17 hingga 19. Juga cerita asal muasal para raja Bima dan Dompu tersebut di hubungkan oleh para Filolog dengan Hikayat Iskandar Zulkarnain yang mempunyai alur narasi yang sama. Mitos para raja yang mempunyai garis keturunan dari para dewa tak jarang banyak di jumpai dalam berbagai naskah kuno Nusantara, seperti halnya Kronik Gowa yang mengisahkan para Raja Gowa keturunan dari Tumanurung yang sakti.
Sangat disayangkan Dompu sebagai salah satu kerajaan tertua di timur Nusantara sangat minim akan peninggalan naskah. Namun bersyukur dari lisan para tetua dan tercatat dalam naskah kuno Bima, silsillah para raja Dompu terlacak hingga ke masa masuknya Islam. Hubungan Bima dan Dompu merupakan hubungan kakak beradik yang menjadi sebuah kerajaan kembar, hubungan tersebut tertulis dalam naskah CAB.
“HATTA maka Batara Bima pun memperbinikan saudaranya tuan putri Ratna Dewi seri Peri, maka beranaklah empat laki-laki satu perempuan, maka laki-laki yang tua bernama Batara Lela, ialah menjadi raja di Negeri Dompu dan kedua orang yang laki-laki bernama Batara Dewani, ialah menjadi raja di Negeri Bolo dan ketiga orang laki-laki bernama Batara Johan Rongan Addi, ialah yang duduk di Negeri Waki memegang parafu”.
Dari transkrip CAB diatas di kutip dari naskah Cerita Asal Bangsa Jin dan Segala Bangsa Dewa-Dewa oleh Henri Chambert-Loir. Silsillah Professor Truhart sama dengan Naskah CAB mengenai raja pertama Dompu yang merupakan anak dari Batara Bima. Namun dalam CAB Batara Dompu bernama Batara Lela, dalam hal ini Batara yang mempunyai arti menyagomi dan melindungi.
Dalam Silsillah raja-raja Dompu oleh Soenardhi dan M. Jauffret raja Dompu yang pertama adalah Indra Komala adik dari Indra Zamrut yang keduanya adalah anak dari Sang Bima raja pertama kerajaan Bima. Dalam saduran kisah Indra Komala dan Indra Zamrut dua kakak beradik yang sering berselisih, si sulung menghilang dan menjadi raja di Dompu.
Translit naskah silsillah dari Bima oleh alih aksara Aliuddin Mahyudin, juga mentranslit naskah yang sama yaitu CAB, dimana di tulis oleh seorang bernama Muhyddin, yang diperkirakan di kerjakan pada abad 19. Dalam translit Aliuddin masih terlihat beberapa kata dalam naskah yang tidak sesuai dengan kalimat, bisa dibandingkan translit CAB versi Chambert-Loir, naskah silsillah dari Bima sebagai berikut :
“Maka Batara Bima beranak lima orang, empat laki-laki, satu perempuan, Pertama menjadi raja di Dompu, dan kedua menjadi raja di Bolo, dan ketiga orang yang duduk di Waki, ialah memegang perapo kini dan perapo kelpie,”
Pada translit diatas bisa di baca dan dilihat perbedaan dengan Chambert-Loir yang secara detail mentranslitkan CAB, contoh kecilnya yaitu penyebutan “parafu” yang ditranslitkan “parapo”. Ketika tahun 1961 Sultan Dompu terakhir (M. Tajul Arifin) mengisahkan asal usul raja dinasti Dompu berjumlah sepuluh generasi mulai dari Sang Bima hingga kedua putranya, seperti yang tercantum dalam CAB. Padahal saat itu para tokoh intelektual Bima dan Dompu hanya mendapatkan kisah para raja mereka dari lisan ke lisan.
Namun pengetahuan lisan mereka setelah di cocokkan dengan naskah tidak jauh beda dan sangat sama, kemungkinan silsillah tersebut dikisahkan secara turun temurun, kisah tersebut yang mengatakan bahwa Maharaja Indra Komala menjadi raja di Dompu. Di tahun 1976 ada tiga cendekiawan Bima yang mampu menghafal silsillah para raja dan di tambah dengan beberapa varian mitos, ungkap Henri Chambert-Loir.
Oleh : Fahrurizki
bagus artikelnya.
BalasHapusThe best
BalasHapusSilsilah raja-raja Dompu rekaman M.Jauffret ( 1961) dan Soenardhi ( 1976) memunculkan dua versi berbeda baik urutan pemerintahan,silsilah ataupun gelar posthumous. Keriuhan versi semakin " gaduh dan ramai " ketika muncul versi dari sejumlah penulis/peminat sejarah lokal Dompu. Menyimak rekaman rekaman M.Jauffret ( 1961) dan Soenardhi ( 1976) terdapat beberapa kekeliruan .Sayangnya dikutip oleh peminat sejarah lokal Dompu tanpa kajian kritis. Termasuk tentang raja pertama Dompu dan urutannya. Tulisan ini sangat bermanfaat bagi penulisan sejarah Dompu yang benar.
BalasHapusMengenai asal kata " Dompu " yaitu " Dompo " harus dicermati kembali. Penuturan dalam komunikasi internal sehari-hari masyarakat Bima ( Dou Mbojo ) baik di kabupaten Bima dan Kota Bima ataupun di kabupaten Dompu, tidak pernah terlontar bentuk bunyi kata “Dompu“ (dengan konsonan /d/) melainkan terucap dengan bentuk bunyi: “ Ḏompu “ (dengan konsonan /ḏ/, bentuk pengucapan post elveolar lateral atau apiko palatal implosive yaitu bentuk bunyi antara fonem /d/ dan /t/), ciri khas bahasa Bima ( Nggahi Mbojo ) dan beberapa bahasa lokal di Sulawesi.Merujuk fakta tutur masyarakat Bima ( Dou Mbojo )baik di kabupaten Bima/Kota Bima ataupun diDompu,bila benar kata " Dompu " berasal dari kata " Dompo " berarti ada peralihan bunyi ucapan : Dompo ---> Dompu ---> Ḏompu. Dan harus diakui, masyarakat Bima (Dou Mbojo) tidak mampu mengucapkan konsonan/fonem /d/dan hanya bisa mengucapkan konsonan/fonem /ḏ / sehingga mengucapkan kata " Dompu " menja-di "Ḏompu ". Tentu saja hal ini tidak benar. Kajian semantik bahasa Bima tidak mengenal perubahan antara “ d “ menjadi “ ḏ “ atau sebaliknya yang memberikan kekerabatan makna. Misalnya “ /ḏ/ore ” yang berarti “ merebahkan “ tidak bisa berkerabat dengan “/d/ore ” yang berarti “ bukit /gundukan “ . Yang dikenal adalah perubahan antara “ ḏ “ menjadi “ nd “ dalam kekerabatan makna misal kata “/ḏ/ore “ ( “ merebahkan “ ) dengan “/nd/ore “ ( “ tidur-tiduran “ – “ rebah-rebahan “) atau sebaliknya. Kajian semantik ini menunjukkan, tidak akan terjadi perubahan timbal-balik antara " Dompu " dengan " Ḏompu ". Realitas menunjukkan masyarakat Bima ( Dou Mbojo ) baik di kabupaten Bima/Kota Bima ataupun di kabu-paten Dompu, selalu dan pasti terucap dengan bentuk bunyi: “ Ḏompu“ dalam komu-nikasi internalnya,kecuali ketika berkomunikasi dengan orang luar Bima ( bukan Dou Mbojo ) yang memang tidak biasa dan tidak bisa mengucapkan fonem/ konsonan /ḏ/, bentuk pengucapan post elveolar lateral atau apiko palatal implosive yaitu bentuk bunyi antara fonem /d/ dan /t/). Begitu pula bila kata “ Dompu “ ( apa-lagi kata: Ḏompu ) berasal dari kata “ Dompo “, harus bisa dijelaskan dari segi semantik, proses perubahan fonem/vokal ”o ” kedua pada “ Dompo “ menjadi fonem /vokal ” u ” sehingga menjadi “ Dompu “ atau “ Ḏompu ”. Juga harus bisa dijelaskan dari segi semantik, mengapa hanya pada fonem/vokal ”o ” kedua saja pada kata “ Dompo “ yang berubah menjadi fonem/vokal ” u ” dan mengapa fonem/ vokal ”o ” pertama pada “ Dompo “ tidak mengalami perubahan menjadi fonem/ vokal ” u ”?. Bila hal itu dilakukan, seharusnya kata ” Dompo ” menjadi kata ”Dumpu ”. Oleh karena itu, pendapat mengenai “ Dompu “ harusnya : Ḏompu )ber-asal dari kata “ dompo “ yang berarti “ terpotong “ tidak teruji, lebih ber-sifat mencocok-cocokkan tanpa bukti kebahasaan sehingga harus diabaikan dan tidak perlu dilatahi.
BalasHapusSepakat.
Hapus