ADS

Pada era Sultan Harun Ar-Rasyid II (1780-1791) Kesultanan Sumbawa menjadi titik penting jalur perdagangan di wilayah kepulauan sunda yaitu teluk saleh. Sebab, banyak kapal-kapal yang sepulang dari Bali dan Lombok harus singgah di Sumbawa untuk menjajakan dagangan juga membeli berbagai hasil alam di sekitaran teluk Saleh. Kesultanan Sumbawa dan kerajaan tambora memang mempunyai wilayah yang strategis pada jalur perdagangan laut di wilayah teluk Saleh.

Foto Sultan Sumbawa Muhammad Jalaluddin dan Pejabat Kesultanan Sumbawa serta Controleur tahun 1923 (sumber Velde).

Bagi kerajaan atau kesultanan yang tidak mempunyai titik (pelabuhan) jalur dagang kelautan akan menjadi kerajaan yang ekonominya lemah, namun dari ke enam kerajaan di Pulau Sumbawa hanya Kesultanan Dompu yang mempunyai urutan paling bawah untuk penghasilan dagangnya. Sejak abad 17 pulau Sumbawa sudah mulai banyak kontak perdagangan dengan bangsa Eropa terkhusus Belanda yang dimana pada tahun 1765 memonopoli perdagangan melalui kongsi dagang yang bernama VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) memang sudah menguasai perdagangan untuk hasil alam khususnya kayu sapan (Tawaludin Haris, 1997).

Menurut penulis, kecemburuan untuk mempunyai wilayah kekuasaan yang strategis untuk jalur perdagangan menjadi pemicu terjadinya peperangan yang sering terjadi dilakukan oleh kerajaan-kerajaan di Pulau Sumbawa. pertengahan abad 18 banyak terjadi perang saudara didalam politik internal pulau Sumbawa, pergolakan politik tersebut terus melanda pulau Sumbawa karena masalah wilayah. Tahun 1730 terjadi perang Pekat dan Tambora, tahun 1748 perang antara Dompu dan Tambora,  tahun 1771 perang Bima dan Dompu serta juga terjadi peperangan antara Dompu dan Sumbawa yang menyangkut hutang yang harus dibayar oleh Dompu pada Tanah Sumbawa (Tawaludin Haris, 1997).

Dalam linimasa sejarah peperangan internal kerajaan-kerajaan di pulau Sumbawa yang paling lama terjadi perang yaitu antara Dompu dan Sumbawa. Bersi tegang antara kedua kerajaan tersebut selain masalah wilayah, juga ketika Dompu membakar habis Empang yang dikatakan mengambil kuda seorang rakyat Dompu, namun tidak terbukti sehingga Dompu harus membayar kerugian yang dialami oleh Sumbawa.

Ketika Bima dan perwakilan Gubernur Jendral Makassar melakukan mediasi perdamaian kedua belah pihak terebut, Sultan Dompu Abdurahman (1774-1787) tetap tidak menerima dan mereka melakukan penyerangan terhadap Empang, sehingga Dompu menaklukkan dan menguasai wilayah tersebut dan menyatakan Empang menjadi wilayah Dompu.

Mendengar hal itu Sultan Sumbawa Harun Ar-Rasyid II mengirim panglima perangnya Dea Rangga Male Mabira atau lebih dikenal dengan nama Dea Kuasa Untir Iwis untuk memukul mundur pasukan Dompu yang telah menguasai Empang. Namun taktik perang Dea Kuasa Untir Iwis membiarkan pasukan Dompu terlelap dengan kegembiraan mereka di Empang, kemudian Untir Iwis mengambil jalur timur di laut selatan untuk memasuki wilayah Dompu. Pasukan  Sumbawa akhirnya mereka berhasil menguasai Hu`u serta Adu (Depdikbud, 1977).

Setelah Hu`u dan Adu ditaklukkan dan dikuasai oleh pasukan Sumbawa, kemudian Panglima Untir Iwis merengsek masuk ke wilayah barat memukul mundur pasukan Dompu hingga dapat menguasai Kempo dan wilayah itupun dapat ditaklukkan, kemudian wilayah Kwangko juga ditaklukkan oleh pasukan Unter Iwis. Sehingga empat wilayah Dompu (Hu`u, Adu, Kempo dan Kwangko) menjadi wilayah kekuasaan kesultanan Sumbawa.

Keempat wilayah Dompu menjadi daerah kekuasaan Sumbawa untuk sementara, kemudian dilakukan kesepakatan damai kedua belah pihak di depan perwakilan Gubernur Jendral Makassar, dengan kesepakatan Dompu menyerahkan kembali satu wilayah Sumbawa yang dikuasainya yaitu Empang, kemudian Sumbawa menyerahkan kembali empat wilayah kekuasaan Dompu yang ditaklukkan yaitu Hu`u, Adu, Kempo dan Kwangko. Kemudian berdamailah kedua belah pihak kerajaan tersebut.
Tahun 1798 terjadi lagi perang perebutan wilayah antara Dompu dan Tambora, Dompu menaklukkan beberapa wilayah Tambora dan perang besar terjadi di Kempo sehingga Sultan Dompu Abdurahman mati terbunuh di perang tersebut oleh sebab itu Sultan Dompu yang terbunuh diberi gelar anumerta Manuru Kempo.

Wilayah-wilayah strategis seperti Empang merupakan wilayah yang sangat di incar di dalam area teluk Saleh karena hasil alam di wilayah tersebut sangat berlimpah. Perdagangan jalur laut ketika itu sangat menggiurkan dan memberikan pendapatan yang sangat menguntungkan bagi kerajaan yang mempunyai pelabuhan saat itu.


Oleh : Fahrurizki





3 comments Blogger 3 Facebook

  1. Tulisan yang bermanfaat....punya nilai sejarah yang tinggi.

    BalasHapus
  2. tapi kenapa Rumah asi kerajaan Dompu tidak ada, seolah-oleh di hilangkan dari sejarah, bahkan Dumpu di satukan dengan Bima, ini cukup paradoks

    BalasHapus
  3. harap pencerahan dan pelurusan sejarah,.

    BalasHapus

 
Mbojoklopedia © 2013. All Rights Reserved. Powered by Jelajah Bima
Top