ADS

Sebuah lahan sawah sekitar satu hektar yang sudah di airi bakal menjadi arena dan tepat di tengahnya tertancap sebuah kayu yang dinamakan Sakak, di samping arena para penonton duduk dibawah rimbunan pohon menghindar dari teriknya Matahari jam 12 siang. depan sebelah barat arena berjejer kerbau-kerbau yang berotot siap di adu. Tradisi ini oleh Suku Samawa dinamakan Barapan Kebo dimana diadakan setiap musim tanam tiba.

seorang joki sedang memacu kebo-nya

Salah satu Panitia memberikan aba-aba pada para joki untuk bersiap membawa kerbau mereka di ujung timur arena garis star dan para peserta bersiap memasang Noga dan Kareng pada kerbau mereka. Noga adalah kayu penjepit yang panjangnya sekitar dua meter lebih untuk dipasang pada leher sepasang kerbau sebagai kemudi sedangkan Kareng adalah kayu yang dibuat segitiga tempat berpijak atau berdiri sang joki di antara kedua kerbau.

Barapan Kebo bukan seperti Karapan Sapi atau balapan pada umumnya, balapan  ini hanya dilakukan satu peserta dalam arena untuk berlomba menjatuhkan tongkat kayu (Sakak) yang tertancap di tengah arena. Begitu Barapan Kebo dimulai, satu peserta dilepas di sambut dengan teriakan penonton membuat riuh arena yang awalnya hening. Mereka berlomba siapa yang bisa menjatuhkan Sakak itu yang bakal menang, berbagai cara dan tekhnik yang dilakukan oleh joki menuntun kerbaunya dengan kecepatan tinggi unutk mengenai Sakak.

Tapai kebanyakan dar peserta tidak ada yang bisa mengenai Sakak tersebut, saat menuju Sakak kadang kerbau mereka langsung berbelok dengan sendirinya walaupun kemudi dipegang oleh joki, konon pada Sakak itu telah di isi mantra oleh Sandro (dukun) yang berlomba untuk memenangkan masing-masing kerbau mereka.

Menurut Budayawan Sumbawa Hasanuddin, di Tau Samawa (Sumbawa) pengenalan pada Kerbau jauh sebelum Islam masuk pada Suku Samawa, dahulu mereka mengenal Kerbau atau kebo sebagai hewan suci. Kesucian kebo semakin kuat ketika mereka menyandingkannya sebagai sebuah symbol besar.

Joki sedang berusaha mengendalikan kebo-nya untuk mengenai Sakak ditengah arena

Sebelum barapan tercipta, awalnya kerbau berfungsi sebagai hewan untuk meringankan beban kerja dalam mengolah sawah, pada pengolahan sawah secara tradisional dahulu kala berpuluhan ekor kerbau dikerahkan untuk menginjak sawah yang sudah diairi sebelum ditanami, pengolahan tradisional  itu disebut Malona oleh Suku Samawa.

Seiring berkembangnya tekhnologi tradisi dalam mengolah sawah dengan kerbau untuk membajak maka hal itu berimbas pada kegemaran rekreatif yaitu terciptanya barapan yang dijadikan ajang silaturahmi sebelum musim tanam, sehingga barapan menjadi symbol status Tau Samawa, kata Hasanuddin.

Awalnya hanya barapan namanya sebelum di penghujung tahun 1970-an tutur Hasanuddin, nama barapan menjadi Barapan Kebo ketika saat itu juga muncul tradisi permainan baru yaitu Barapan Ayam. Bukan hanya pada orang dewasa Barapan Kebo dilestarikan, pada anak-anak Tau Samawa di perkenalkan terlebih dahulu dengan permainan Barapan Kebo Kamit dimana barapan memakai serabut kelapa dan arenanya dilakukan di sungai. Permainan tersebut merupakan upaya untuk pelestarian kecintaan mereka pada Barapan Kebo saat mereka dewasa nanti.

Saat Barapan Kebo diadakan ada para sesepuh yang aktif mengadakan barapan di setiap musim tanam tiba, mereka disebut “Tau Kuat Batempu” yang sangat dipercaya oleh semua penggemar barapan. Jika suatu undangan barapan tanpa ada tanda tangan dari mereka, maka para penggemar barapan dari desa-desa yang ada di Sumbawa tidak akan hadir, sekarang di Sumbawa sudah terbentuk organisasi resmi Ikatan Pelestari Barapan Kebo Samawa (IPBKS) yang mewadahi kegiatan barapan.(mbojoklopedia.com)



0 comments Blogger 0 Facebook

Posting Komentar

 
Mbojoklopedia © 2013. All Rights Reserved. Powered by Jelajah Bima
Top